Pendahuluan
Undang-Undang Keuangan Negara, mengamanatkan bahwa pelaksanaan pekerjaan dibatasi hanya 1 (satu) tahun anggaran, yaitu mulai 1 Januari hingga 31 Desember. Dikecualikan untuk pekerjaan yang memang memerlukan waktu pelaksanaan lebih dari 1 tahun anggaran.
Khusus pada triwulan terakhir, sangat rentan terjadi permasalahan dalam Pengadaan Barang/Jasa, khususnya untuk mencapai target pelaksanaan anggaran perubahan dan serapan anggaran. Waktu pelaksanaan yang sangat mepet, kondisi alam yang mengancam dengan dimulainya musim penghujan, batas akhir penyampaian laporan pelaksanaan yang selanjutnya ditindaklanjuti dengan pencairan anggaran, hingga ketidakmampuan penyedia menyelesaikan pelaksanaan pada akhir waktu, menjadi tantangan pengadaan pada akhir Tahun anggaran.
Triwulan pertama pada tahun anggaran berikutnya adalah masa pelaksanaan audit yang juga harus disikapi secara serius, karena ujung dari temuan terkadang mengalir menjadi salah satu unsur peristiwa pidana. Tulisan ini mencoba berbagi mengenai Permasalahan dan Pengendalian Pengadaan Barang/Jasa pada Akhir Tahun Anggaran.
Sekarang adalah bulan Nopember, dimana PPK ketar ketir menghitung hari menjelang akhir tahun. Meski jumlah hari dan bulan tiap tahun adalah sama, surat edaran terkait dengan langkah-langkah akhir tahun anggaran selalu diterbitkan dan disosialisasikan, namun permasalahan pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang tiap tahun dimana-mana dan dari dulu relatif selalu berulang.
Permasalahan PBJ yang sering terjadi di akhir tahun anggaran itu, salah satunya adalah belum selesainya pekerjaan yang dilaksanakan penyedia sebagaimana masa pelaksanaan pekerjaan yang diatur dalam kontrak tahun tunggal.
Karena keharusan untuk capaian target pelaksanaan anggaran perubahan (ABT) dan serapan anggaran, triwulan terakhir merupakan waktu yang sangat rawan akan terjadi permasalahan dalam Pengadaan Barang/Jasa. Hal ini karena waktu pelaksanaan yang sangat singkat, kondisi alam atau cuaca yang tiap hari dilanda hujan, batas akhir penyampaian laporan pelaksanaan yang selanjutnya ditindaklanjuti dengan berita acara penyeselesaian pekerjaan dan pembayaran, hingga ketidakmampuan penyedia merampungkan pelaksanaan pekerjaan pada akhir kontrak, menjadi dinamika dan tantangan pengadaan barang/jasa yang menjadi polemik dan klimaks pada akhir Tahun Anggaran.
Hal tersebut akan menjadi lebih runyam jika pengendalian kontrak para pihak tidak optimal, sehingga mendekati masa berakhir kontrak yang juga bertepatan dengan akhir tahun anggaran PPK tambah bingung dalam mengambil jalan keluar terhadap perlakuan kontrak tersebut. Selain itu, ketakutan adanya resiko hukum yang menghadang pada audit di triwulan pertama tahun anggaran berikutnya yang akan dihadapi turut berkontribusi dalam menciptakan harap-harap cemas dan keragu-raguan PPK dalam mengambil keputusan.
Ada beberapa kemungkinan yang dilakukan oleh PPK terhadap pekerjaan yang diperkirakan tidak akan selesai sampai dengan akhir tahun anggaran yaitu :
- Membuat berita acara serah terima selesai, yang merekayasa progress pekerjaan dengan menyatakan fisik pekerjaan telah selesai (100%) per 20 Desember, namun rekening penyedia barang/jasa diblokir oleh PPK atau ditampung pada rekening tertentu sampai dengan pelaksanaan pekerjaan telah benar-benar selesai; atau
- PPK memutuskan kontrak secara sepihak dan penyedia barang/jasa dianggap lalai/wanprestasi dalam melaksanakan kewajibannya. Atas sisa pekerjaan yang belum selesai ditenderkan kembali pada tahun berikutnya; atau
- Melanjutkan penyelesaian pekerjaan pada tahun berikutnya, namun penyedia wajib menyerahkan jaminan pembayaran dan jaminan pelaksanaan sebesar nilai pekerjaan yang belum diselesaikan.
Kontrak yang Terlambat
Belum selesainya pelaksanakan pekerjaan sedangkan kontrak telah atau akan berakhir maka yang harus diteliti oleh PPK adalah penyebab keterlambatan pekerjaan tersebut. Kesalahan dapat disebabkan oleh penyedia barang dan jasa atau kesalahan ada pada pemerintah yang dalam hal ini diwakili oleh PPK, atau karena faktor lain. Bila keterlambatan pelaksanaan pekerjaan disebabkan karena adanya :
- Masalah yang timbul di luar kendali penyedia, misalnya adanya konflik masyarakat/pemalangan, demonstrasi, pekerjaan terlambat dilaksanakan karena penyerahan lokasi atau perijinan lahan belum selesai, dll
- CCO (Contract Change Order/Pekerjaan Tambah Kurang)
- Perubahan Gambar/Design,
- Keadaan Kahar,
- Keterlambatan yang Disebabkan oleh PPK,
- Pemotongan Anggaran/Refocussing.
PPK harus memperpanjang waktu pelaksanaan pekerjaan dengan pemberian kesempatan kepada penyedia barang dan jasa untuk menyelesaikan pekerjaannya, dan penyedia barang dan jasa tidak dikenakan denda keterlambatan atau diberikan kompensasi.
Bila masa pelaksanaan pekerjaan diperpanjang oleh PPK, maka dilakukan adendum kontrak. Minimal ada 2 (dua) hal yang diadendum yaitu masa pelaksanaan pekerjaan dan masa pelaksanaan kontrak. Perbedaan antara masa kontrak dengan masa pelaksanaan pekerjaan sudah tertuang secara jelas tertuang dalam SSUK. Masa kontrak dimulai sejak penandatanganan kontrak hingga selesainya masa pemeliharaan (FHO). Hal ini bertujuan agar para pihak yang menandatangani kontrak masih terikat secara perdata selama kontrak tersebut masih berlaku. Jika penyedia tidak melaksanakan pemeliharaan pekerjaan maka penyedia tersebut dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan dalam kontrak, sedangkan masa pelaksanaan pekerjaan dimulai sesuai dengan ketentuan dalam surat perintah mulai kerja (SPMK) hingga serah terima pertama pekerjaan (PHO). Masa pelaksanaan pekerjaan inilah yang menjadi dasar perhitungan jangka waktu pelaksanaan pekerjaan dalam hari kalender serta dasar untuk mengenakan sanksi denda keterlambatan kepada penyedia barang/jasa.
Permasalahan selanjutnya adalah apabila penyedia barang/jasa diberikan perpanjangan masa pelaksanaan pekerjaan, maka berapa hari kalender yang diberikan kepada penyedia barang/jasa untuk menyelesaikan pekerjaannya setelah kontrak berakhir? Hal ini tergantung pada kebijakan PPK dan tentunya setelah ada masukan dari penyedia barang/jasa mengenai berapa hari kalender yang dibutuhkan berdasarkan perhitungan teknis untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut.
Apabila setelah diberikan kesempatan untuk menyelesaikan pekerjaan dalam jangka waktu yang ditentukan, ternyata penyedia barang/jasa tidak juga dapat menyelesaikan pekerjaan yang diberikan, sedangkan pekerjaan tersebut hanya bisa diselesaikan pada tahun anggaran berikutnya, maka apa yang harus dilakukan PPK ? ada dua opsi :
- PPK dapat memutus kontrak secara sepihak; atau
- PPK masih memberikan kesempatan kembali kepada Penyedia barang/jasa untuk menyelesaikan sisa pekerjaannya.
-
Pemutusan Kontrak
PPK dapat memutus kontrak apabila berdasarkan hasil penelitiannya dengan melihat performa dan progres pekerjaan yang telah dikerjakan oleh penyedia barang/jasa, maka apabila penyedia barang/jasa tetap diberikan kesempatan sampai dengan 50 (lima puluh) hari kalender, penyedia tetap tidak akan mampu menyelesaikan keseluruhan pekerjaan.
Apabila penyedia barang dan jasa kemudian diputuskan kontraknya, maka selanjutnya Pemerintah segera mencari penyedia barang/jasa lainnya yang dapat menyelesaikan pekerjaan barang/jasa dimaksud baik melalui tender umum maupun pengadaan/penunjukan/pemilihan langsung mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku atau dilakukan penganggaran kembali untuk penyelesaian sisa pekerjaan pada tahun anggaran berikutnya jika waktu penyelesaian pekerjaan tersebut mendekati tutup tahun anggaran berjalan sehingga tidak memungkinkan dilakukan proses pengadaan kembali.
Apa konsekuensi dari PPK memutus kontrak?
Apabila PPK memutus kontrak yang tentunya karena kesalahan penyedia barang/jasa yang tidak dapat menyelesaikan seluruh pekerjaan sesuai dengan yang diperjanjikan dalam kontrak, maka kepada penyedia dikenakan sanksi. Dalam hal pemutusan kontrak dilakukan karena kesalahan penyedia barang/jasa :
- Jaminan pelaksanaan dicairkan
- Sisa uang muka harus dilunasi oleh penyedia barang/jasa atau jaminan uang muka dicairkan
- Penyedia barang/jasa membayar denda keterlambatan, dan
- Penyedia barang/jasa dimasukkan dalam daftar hitam
Tindakan-tindakan pengenaan dalam hal pemutusan kontrak tersebut di atas memiliki sifat kumulatif karena hanya mengandung frasa “dan”, artinya apabila suatu penyedia barang/jasa dikenakan pemutusan kontrak maka tindakan-tindakan tersebut di atas harus dilaksanakan seluruhnya.
PPK tidak boleh dengan mudah memutuskan kontrak kerja kecuali apabila ada alasan-alasan yang memang mengharuskan segera putus kontrak. Karena ketika pemutusan kontrak sepihak oleh PPK justru berpotensi merugikan negara baik secara finansial maupun non finansial. Penyedia tidak bisa lagi melanjutkan pekerjaan dan dibebaskan dari tanggung jawab, pembayaran yang sudah dilakukan dengan cara termijn tidak dapat ditarik kembali, dan sisa anggaran tidak akan mencukupi untuk menyelesaikan pekerjaan karena penyelesaian pekerjaan dilakukan tahun berikutnya dan dibutuhkan anggaran yang nilainya lebih besar dari sisa pembayaran tahun sebelumnya, contohnya adalah pekerjaan pembangunan gedung, kontrak pada tahun berjalan didapatkan dengan harga yang relatif rendah. Kemudian untuk ditenderkan kembali, dibutuhkan biaya untuk tender, biaya perencanaan, dan pengawasan. Nilai sisa pekerjaan relatif tidak dapat diprediksi namun besar kemungkinan lebih mahal dari harga kontrak sebelumnya. Dan akhirnya pekerjaan yang seharusnya sudah bisa dimanfaatkan Negara jadinya mangkrak dan terbengkalai untuk beberapa waktu.
Oleh karena itu, PPK sebagai wakil negara dalam hubungan perdata dengan Penyedia selayaknya diberikan kewenangan seluas-luasnya untuk menghindari terjadinya pemutusan Kontrak.
PPK agar sebisa mungkin menghindari pemutusan kontrak selama penyedia dinilai masih memiliki komitmen untuk menyelesaikan pekerjaannya, punya itikat baik, memiliki sumberdaya sehingga masih dapat menyelesaikan pekerjaan tersebut.
Jadi memperpanjang pelaksanaan pekerjaan dengan memberikan kesempatan kepada penyedia untuk menyelesaikan pekerjaannya adalah langkah yang lebih bijaksana atau optimasi terbaik daripada memutus kontrak begitu saja.
-
Pemberian kesempatan
Dalam Perpres 16/2018 pasal 56 ayat (1), (2) dan (3) menyatakan sebagai berikut:
Ayat (1) : “Dalam hal Penyedia gagal menyelesaikan pekerjaan sampai masa pelaksanaan Kontrak berakhir, namun PPK menilai bahwa Penyedia mampu menyelesaikan pekerjaan, PPK memberikan kesempatan Penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan”
Ayat (2) : “Pemberian kesempatan kepada Penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dimuat dalam adendum kontrak yang di dalamnya mengatur waktu penyelesaian pekerjaan, pengenaan sanksi denda keterlambatan kepada Penyedia, dan perpanjangan Jaminan Pelaksanaan”
Ayat (3) : “Pemberian kesempatan kepada Penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat melampaui Tahun Anggaran”
- Pemberian kesempatan diberikan oleh PPK kepada Penyedia apabila Penyedia gagal dalam menyelesaikan pekerjaan sampai masa pelaksanaan kontrak. Pemberian kesempatan tersebut didasari atas penilaian PPK terhadap kemampuan Penyedia dalam menyelesaikan pekerjaan. Kemampuan penyedia dapat dianalisa dari sumber daya yang dimilikinya. Apabila keterbatasan pemahaman PPK terhadap teknis pekerjaan, maka dianjurkan untuk meminta pendapat pihak – pihak yang memiliki kemampuan teknis sesuai jenis pekerjaan. Misalnya pekerjaan konstruksi, PPK dapat meminta pihak konsultan pengawas dan/atau auditor internal untuk memberikan pertimbangan sehingga PPK memiliki referensi dalam mengambil langkah agar tujuan berkontrak dapat diwujudkan.
- Pemberian kesempatan sebagaimana penjelasan point (1) di atas akibat dari kesalahan penyedia. Namun tak selamanya pekerjaan yang tidak selesai sampai dengan berakhirnya masa kontrak merupakan kesalahan penyedia. Adapun kegagalan tersebut lainnya akibat dari PPK / perbedaan kondisi lapangan pada saat pelaksanaan dengan gambar dan/atau spesifikasi teknis/KAK dalam dokumen kontrak ataupun kondisi kahar. Jika kegagalan tersebut mengakibatkan diperlukan penambahan waktu pelaksanaan pekerjaan maka dilakukan perubahan jadwal pelaksanaan pekerjaan dalam kontrak serta penyedia tidak dikenakan sanksi denda keterlambatan kepada Penyedia, dan perpanjangan Jaminan Pelaksanaan. Hal ini dikategorikan sebagai peristiwa kompensasidan harus dituangkan dalam kontrak.
- Pemberian kesempatan diberikan dapat melampaui Tahun Anggaran. Hal ini tentunya berhubungan dengan mekanisme penganggaran, baik APBN maupun APBD. Jika kontrak menggunakan sumber dana APBN, proses administrasinya teratur karena ada landasan hukum yang cukup jelas. Hal ini berbeda dengan mekanisme APBD yang landasan hukumnya masih bersifat umum sehingga terkadang daerah kurang percaya diri dalam melakukan pemberian kesempatan yang mengakibatkan pengambilan keputusan penanganan kontrak adalah lebih memilih opsi pemutusan atau penghentian kontrak.
Beberapa landasan hukum terkait penganggaran dalam APBN yang digunakan dalam melakukan pemberian kesempatan antara lain Permenkeu Nomor : 194/PMK.05/2014 tentang Pelaksanaan Anggaran Dalam Rangka Penyelesaian Pekerjaan Yang Tidak Terselesaikan Sampai Dengan Akhir Tahun Anggaran, sebagaimana telah diubah dengan Permenkeu Nomor : 243/PMK.05/2015. Dan juga pada setiap tahun anggaran, Kementerian Keuangan selalu mengatur terkait dengan pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran akhir tahun anggaran. Misalnya di tahun anggaran 2019, hal ini diatur melalui Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor : Per/13/PB/2019. Dalam Permenkeu Nomor m: 194/PMK.05/2014 jo. Permenkeu Nomor : 243/PMK.05/2015
Pekerjaan Melampaui Akhir Tahun Anggaran
Pada akhir tahun anggaran banyak PPK yang pusing ketika dihadapkan permasalahan mengenai pelaksanaan pekerjaan yang tidak dapat diselesaikan pada akhir tahun anggaran. Sedangkan semua proyek umumnya adalah kontrak tahun tunggal yang pelaksanaannya tidak boleh melewati tahun anggaran. Berbagai alasan disampaikan mulai dari anggaran APBN-P atau APBD-P yang terlambat disahkan, persiapan yang membutuhkan waktu yang lama, tender yang gagal beberapa kali, hingga kondisi alam yang tidak bersahabat. Tapi kalau dilihat secara keseluruhan, sebagian besar permasalahan ini dimulai dari perencanaan yang tidak matang.
Nah terkait hal tersebut bagaimana perlakuan pembayaran terhadap pekerjaan yang tetap diperpanjang masa pelaksanaannya dengan melewati akhir tahun anggaran?
Bagi PPK yang menggunakan anggaran APBN mungkin sudah tidak ada masalah karena sudah ada aturannya di dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor : 194/PMK.05/2014 tentang Pelaksanaan Anggaran Dalam Rangka Penyelesaian Pekerjaan Yang Tidak Terselesaikan Sampai Dengan Akhir Tahun Anggaran, namun bagaimana dengan APBD?
-
Pengadaan Barang/Jasa Yang Anggarannya Bersumber dari APBN
Bahwa pada dasarnya semua pekerjaan yang menggunakan kontrak tahun tunggal harus sudah selesai pada akhir masa kontrak dalam tahun anggaran berjalan. Jadi apabila sejak awal sudah diketahui bahwa pelaksanaan pekerjaan akan melewati tahun anggaran, maka kontrak yang digunakan adalah kontrak tahun jamak. Namun ada hal-hal tertentu dalam kontrak tahun tunggal, pelaksanaan pekerjaan ternyata belum bisa diselesaikan dalam tahun anggaran berjalan dan baru diselesaikan di tahun anggaran berikutnya. Apa yang harus dilakukan PPK?
PPK dapat memberikan kesempatan kepada penyedia barang/jasa untuk menyelesaikan keseluruhan pekerjaan dalam waktu maksimal 50 (lima puluh) hari kalender sejak berakhirnya masa pelaksanaan pekerjaan dan adanya surat pernyataan bermaterai dari penyedia yang menyatakan kesanggupan untuk menyelesaikan pekerjaan dalam waktu paling lambat 50 (lima puluh) hari kalender. Karena pemberian kesempatan 50 hari ini adalah sudah masuk dalam ranah keterlambatan pekerjaan, maka penyedia dikenakan denda keterlambatan sebesar 1/1000 dari nilai kontrak atau nilai bagian kontrak untuk setiap hari keterlambatan. Pembayaran pekerjaan ada 2 alternatif.
Alternatif pertama
Contoh, Pekerjaan di akhir tahun dapat dibayar 100% meskipun pekerjaan belum 100%. tapi tentunya penyedia menyerahkan jaminan pembayaran dari bank senilai kekurangan progress pekerjaan. Misal pada tanggal 18 Desember 2017 adalah batas pembayaran dan pekerjaan baru selesai 90 % sedangkan kontrak berakhir 30 Desember 2017. Maka dibuat laporan pekerjaan sebesar 90 %. Penyedia bisa dibayar 100% bila menyerahkan jaminan pembayaran dari bank setempat senilai 10%. Jadi jangan progress pekerjaan dilaporkan 100% karena bisa kena pemalsuan untuk pemeriksaan administrasi pasal 9 UU 31/1999.
Mengenai jaminan pembayaran disebut dalam peraturan pemerintah No. 45 tahun 2013 yaitu Pasal 68 :
(1) Pembayaran atas beban APBN tidak boleh dilakukan sebelum barang dan/atau jasa diterima
(2) dalam hal tertentu, pembayaran atas beban APBN dapat dilakukan sebelum barang dan /atau jasa diterima
(3) pembayaran atas beban APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setelah penyedia barang dan/atau jasa menyampaikan jaminan atas pembayaran yang akan dilakukan.
Ketentuan di atas sebenarnya sama dalam Pembayaran uang muka kontrak kepada rekanan yang biasanya diimbangi dengan jaminan uang muka (garansi bank) oleh pihak rekanan. Disini belum ada prestasi (pekerjaan) sama sekali dari rekanan. Namun rekanan sudah menerima uang muka. Namun tentunya Jaminan ini harus benar-benar berupa jaminan yang seratus persen dapat diuangkan. Bukan sembarang jaminan yang dikeluarkan oleh suatu lembaga keuangan sebagai proforma/formalitas atau sekedar memenuhi ketentuan tata kelola keuangan Negara.
Dengan mengacu pada pola tersebut, maka pembayaran pada akhir tahun 100% untuk kegiatan proyek yang belum selesai dan belum diserahterimakan dapat dilakukan dengan jalan memberikan jaminan kepada Negara.
Lalu terkait tertib administrasi pelaporan keuangan akhir tahun anggaran proyek yang belum selesai 100 %, mengacu kepada peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor : per42/PB/2013 dimana mekanisme pembayaran diatur:
Pasal 20 ayat (1) pekerjaan yang dilaksanakan secara kontraktual yang berita acara penyelesaian pekerjaannya (BAPP) dibuat mulai tanggal 23 sampai dengan tanggal 31 Desember, pejabat pembuat SPM (PPSPM) pada saat pengajuan SPM-LS ke KPPN dengan melampirkan:
- Asli jaminan/garansi pembayaran dari bank umum yang berlakunya sampai dengan berakhirnya masa kontrak dengan nilai jaminan sekurang-kurangnya sebesar persentase pekerjaan yang belum diselesaikan, dan masa pengajuan klaim selama 30 hari kalender sejak berakhirnya jaminan/garansi pembayaran bank tersebut
- Surat pernyataan kesanggupan untuk menyelesaikan pekerjaan 100% sampai dengan berakhirnya masa kontrak dari pihak ketiga/penyedia.
Alternatif kedua
Apabila penyelesaian pekerjaan dilanjutkan pada tahun anggaran berikutnya dengan memberikan kesempatan kepada penyedia maksimal selama 50 hari kalender, maka Pembayaran atas penyelesaian sisa pekerjaan dimaksud dapat dilakukan pada tahun anggaran berikutnya dengan menggunakan dana yang dialokasikan dalam DIPA tahun anggaran berikutnya melalui revisi anggaran. Karena menunggu revisi anggaran maka penyedia tidak dapat menuntut pembayaran pekerjaan dilaksanakan setelah pekerjaan selesai, melainkan harus menunggu proses revisi anggaran selesai dan penyedia tidak dapat menuntut ganti rugi terhadap keterlambatan pembayaran ini.
-
Pengadaan Barang/Jasa Yang Anggarannya Bersumber dari APBD
Untuk APBD, regulasi terkait pemberiankesempatan tidak sedetail Permenkeu dalam APBN. Sehingga daerah perlu membuat regulasi sendiri dengan salah satu mengadopsi Permenkeu dan dikombinasikan dengan keuangan daerah. Dengan langkah tersebut, paling tidak penyelesaian pekerjaan dan pembayaran atas prestasi pekerjaan yang melewati tahun anggarn telah memiliki payung hukum yang jelas dan sangat memungkinkan untuk dilaksanakan, meski pun solusi yang ditawarkan masih bersifat ke daerahan.
Singkatnya, Untuk APBD sampai saat ini belum ada solusi berupa peraturan dari Menteri dalam Negeri untuk pembayaran pekerjaan yang belum dapat diselesaikan menjelang atau pada akhir tahun anggaran. Dengan tidak adanya solusi tersebut, maka terhadap pekerjaan yang tidak dapat diselesaikan pada akhir kontrak, maka PPK umumnya langsung melakukan pemutusan kontrak sepihak.
Padahal permasalahan akhir tahun dalam pelaksanaan pekerjaan kontrak APBN dan APBD tidak memiliki banyak perbedaan. Artinya, sangat dimungkinkan untuk diberlakukan solusi yang sama sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor : 194/PMK.05/2014 tentang Pelaksanaan Anggaran Dalam Rangka Penyelesaian Pekerjaan Yang Tidak Terselesaikan Sampai Dengan Akhir Tahun Anggaran. Oleh karena itu, maka daerah sebenarnya dapat menyesuaikan diri dengan membuat aturan tersendiri baik melalui peraturan daerah (Perda) atau peraturan Kepala Daerah (Pergub/Perwali/Perbup) dimana tata caranya dapat mengacu pada ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tersebut.
Dengan langkah tersebut, paling tidak penyelesaian pekerjaan dan pembayaran atas prestasi pekerjaan yang melewati tahun anggaran telah memiliki payung hukum yang jelas dan sangat memungkinkan untuk dilaksanakan, meskipun solusi yang ditawarkan masih bersifat kedaerahan. Ada baiknya KPA dan PPK tidak perlu ragu. Namun apabila belum ada juga perda atau pergub, perwali, perbup yang dibuat oleh daerah, maka khusus untuk kegiatan yang tidak selesai pada tahun anggaran harus mengacu kembali kepada Permendagri 37 tahun 2014 tentang pedoman penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah sebagai aturan pelaksanaan tekhnis anggaran didaerah selain permendagri 13 tahun 2006 sebagaimana diubah dengan Permendagri 21 Tahun 2012. Pada lampiran permendagri 37/2014 bagian V. hal-hal khusus lainnya angka 19 menyebutkan “ penganggaran untuk pelaksanaan kegiatan lanjutan yang tidak selesai pada tahun anggaran 2014 dengan menggunakan dokumen pelaksanaan anggaran lanjutan SKPD (DPAL-SKPD) mempedomani pasal 138 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
Proses ini sekali lagi memakan waktu yang lama karena harus ada pembahasan lagi antara panitia anggaran pemerintah dan DPRD sehingga tidak ada jaminan proyek yang diusulkan tersebut dianggarkan kembali.
Demikian problem pengadaan kita terkait pekerjaan yang belum dapat diselesaikan pada akhir tahun anggaran. Ketentuan pengadaan telah memberikan solusi terkait hal tersebut namun ternyata belum didukung dengan ketentuan keuangan.
Kesimpulan
- Opsi pekerjaan yang belum dapat diselesaikan pada akhir tahun adalah pemutusan kontrak atau pemberian kesempatan;
- PPK agar sebisa mungkin menghindari pemutusan kontrak selama penyedia memiliki komitmen untuk menyelesaikan pekerjaannya, punya itikat baik, memiliki sumberdaya sehingga dinilai masih dapat menyelesaikan pekerjaan tersebut. Memperpanjang pelaksanaan pekerjaan dengan memberikan kesempatan kepada penyedia untuk menyelesaikan pekerjaannya adalah langkah yang lebih bijaksana daripada memutus kontrak begitu saja.
Solusi
Untuk menghindari permasalahan kontrak akhir tahun yang tidak selesai, disarankan melakukan perencanaan lebih baik, melaksanakan tender lebih awal, membuat rancangan kontrak, SSUK, SSKK lebih jelas dan tegas memuat hal-hal yang dapat memitigasi resiko. Pemberian kesempatan adalah opsi terburuk setelah pemutusan kontrak.
Sehingga perlu dikawal dengan pengendalian kontrak dan optimalisasikontrak, wajib dilakukan secara maksimal baik olehPPK maupun Penyedia. Penyedia semaksimal mungkin mengerahkan seluruh sumber daya yang dimilikinya agar pekerjaan dapat terselesaikan sebagai mana mestinya.
Referensi
- Perpres 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah;
- Perlem No. 9 tahun 2019 tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa Melalui Penyedia
- Permendagri No.: 33 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2020
- Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor : 194/PMK.05/2014 tentang Pelaksanaan Anggaran Dalam Rangka Penyelesaian Pekerjaan Yang Tidak Terselesaikan Sampai Dengan Akhir Tahun Anggaran.
- Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011
- Permendagri 21 Tahun 2012
- Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006,
- Berbagai Sumber